Kuasa Hukum PT BLJ: Berdasarkan Undang-undang OC Kaligis Tidak Dapat Menjalankan Profesi Advokat

Kuasa Hukum PT Bangkit Limpoga Jaya, Widi Syailendra.

Manado — Kuasa hukum PT Bangkit Limpoga Jaya (BLJ), Widi Syailendra, berpendapat bahwa, OC Kaligis semestinya tidak dapat menjalankan profesinya sebagai advokat.

Hal ini dikatakannya menanggapi pernyataan OC Kaligis dalam pemberitaan online terkait penyitaan barang bukti pertambangan tanpa izin usaha di lokasi PT BLJ, di desa Ratatotok, kabupaten Minahasa Tenggara, Selasa (11/7/2023).

Dalam berita itu, disebutkan OC Kaligis sebagai kuasa hukum dari Arny Kumulontang tersangka tindak pidana pertambangan tanpa izin berdasarkan laporan polisi nomor: LP/0344/VII/2022/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 4 Juli 2022.

“Saudara OC Kaligis semestinya sudah tidak dapat menjalankan profesinya sebagai advokat, oleh karena saudara OC Kaligis secara prinsip telah memenuhi ketentuan sebagaimana pada pasal 10 UU advokat yang pada pokoknya menegaskan tentang pemberhentian dari profesi advokat dengan alasan melakukan tindak pidana dengan ancaman 4 tahun penjara, sementara kita tahu bersama putusan saudara OC Kaligis adalah di atas 4 tahun,” jelas Widi Syailendra.

Widi menambahkan, sekalipun secara administrasi belum diberhentikan namun secara esensi hukum OC Kaligis seharusnya sudah tidak dapat menjalani lagi profesinya sebagai advokat.

“Kami menduga dengan alasan yang samalah kenapa OC Kaligis tidak diizinkan KPK untuk mendampingi kliennya pada pemeriksaan di KPK beberapa waktu lalu,” tandas Widi.

Sebelumnya diberitakan, Penyidik Dit Tipidter Bareskrim Polri telah melakukan penyitaan barang bukti dugaan tindak pidana pertambangan tanpa izin di lokasi PT Bangkit Limpoga Jaya (BLJ).

Penyitaan di lokasi pertambangan PT BLJ ini terletak di desa Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara, Selasa (11/7/2023).

Menurut kuasa hukum PT BLJ, Widi Syailendra, penyitaan barang bukti ini dilakukan berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/0344/VII/2022/SPKT/Bareskrim Polri.

Widi menjelaskan, saat masa pandemi covid-19 lalu, salah satu mantan komisaris bernama Arny telah melakukan penambangan.

“Sementara perusahaan tidak mengetahui telah terjadi proses penambangan di lokasi PT BLJ, padahal saat itu pengurus perseroan tidak dapat beraktifitas karena masa lockdown di negara asal mereka. Sedangkan saudara Arny telah melakukan aktifitas sendiri di lokas tambang,” kata Widi Syailendra.

Alasan Arny melakukan pertambangan tersebut, ungkap Widi, untuk menutupi kekosongan pengurus perseroan.

“Jadi Arny berkesimpulan sebagai komisaris, dia diberikan amanat oleh undang-undang untuk mengisi kekosongan pengurus manakala tidak adanya pengurus perseroan. Tetapi Arny lupa bahwa tidak bisa mengisi kekosongan itu secara sendiri karena komisaris itu terdiri dari dewan komisaris sehingga tindakannya harus berdasarkan keputusan dewan komisaris bukan sendiri,” ungkap Widi.

Berdasarkan tindakan tersebut, Widi berujar, PT BLJ melaporkannya ke Bareskrim Polri.

“Dilaporkan karena perusahaan merasa dirugikan atas tindakan tanpa komunikasi bahkan Arny telah melakukan kerja sama dengan pihak eksternal dengan menyewakan lahan ke pihak lain sementara PT BLJ adalah pemegang amanat dari negara untuk melakuan pertambangan di lokasi tersebut,” ujarnya.

Sedangkan proses hukumnya, Widi menerangkan bahwa pada Desember 2022 terlapor Arny bersama dua rekan lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Pemerikasaan BAP semuanya telah dilakukan tapi masih ada satu yang ketinggalan yaitu barang bukti. Oleh karena itulah dilakukan penyitaan oleh Bareskrim Polri,” tandasnya.

Adapun barang bukti yang disita oleh di lokasi PT BLJ berupa alat-alat yang digunakan untuk penambangan dan 8 tong olahan campuran.

“Barang bukti tersebut akan dibawa ke Ruma Penyimpanan Benda Sitaan Negara di Manado,” tutur Widi.

(Benny Manoppo)