Manado, EkuatorNews.com – Salah satu cara untuk mencegah terjadinya golput pada pilpres 2024 adalah dengan adanya calon alternatif sebagai calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2024.
Hal ini disampaikan Dr. Ferry Liando, setelah menjadi narasumber pada Diskusi Publik “Capres Alternatif, Mengapa Tidak?” yang digelar TePI Sulut, Jumat (8/9/2022) sore.
“Hasil penelitian yang pernah saya dilakukan di tahun 2015, menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya, salah satunya disebabkan karena kejenuhan pemilih terhadap calon-calon yang tampil berkompetisi pada pemilu, calon alternatif tidak hanya merujuk pada aktor politik akan tetapi merujuk juga pada institusi politik,” ujar Ferry Liando.
Tambahnya, kejenuhan pemilih disebabkan pula karena partai politik peserta pemilu hanya berganti-ganti pada 2 atau 3 parpol itu-itu saja.
Apalagi performa parpol-parpol itu tidak mengarah pada perbaikan demokrasi. Korupsi makin merjalela, pelayanan publik makin buruk dan harga konsumsi makin mahal dan menyulitkan masyarakat.
“Cuma saja baik konstitusi maupun UU 7 tahun 2017 tidak memberikan ruang bagi publik untuk memunculkan calon alternatif. Calon presiden hanya bisa diusung oleh parpol. Jadi suka atau tidak suka, siapa calon yang diusung parpol harus diterima masyarakat,” ujarnya.
“Parpol yang bisa mengusung calon hanyalah parpol yang memiliki kursi sebanyak 20 persen hasil pemilu 2024. Jika angka itu tidak cukup maka suatu parpol bisa bergabung dengan parpol lain,” tambahnya.
Lanjutnya, undang-undang tidak memberi jalur lain untuk mengusung calon presiden selain parpol.
“Kita tidak dimungkinkan untuk mengusung calon dari jalur independen seperti di Amerika Serikat,” ucapnya.
Jadi, menurut Liando, untuk mencegah desakan calon alternatif, sangat tergantung pada peran parpol.
“Parpol harus selektif menyeleksi calon. Banyak figur-figur yang sudah teruji, tidak korup, visioner dan nasionalis tapi tidak diberi ruang oleh parpol untuk menjadi calon. Parpol juga kerap hanya terjebak pada hasil-hasil survey dan pemodal. Padahal hasil survey hanya sebatas mengukur popularitas, bukan mengukur kinerja, kejujuran dan visi,” pungkasnya.
(***/Dede)