PP 28 Tahun 2024 Diapresiasi Masyarakat Untuk Lindungi Anak dari Bahaya Rokok

 

Foto ist.

Jakarta, EkuatorNews.com – Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) telah menyelenggarakan konferensi pers terkait Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024.

Hadir sebagai narasumber, Ketua Umum LPAI Prof Dr Seto Mulyadi M.Si Psikolog, Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau (Ketua Komnas HAM 2007-2012) Ifdal Kasim SH LLM, Adviser Indonesia Institute for Social Development dr Sudibyo Markus, Senior Advisor CHEd Itb Ahmad Dahlan Jakarta Dr Mukhaer Pakkanna SE MM, AdvisorybBoard Asosiasi Dinas Kesehatan Indonesia dr Lily Sulistyowati, dan Waket IV Majelis Pembinaan Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr Emma Rachmawati Dra M.Kes.

Dalam pernyataan, PP tentang Kesehatan, khususnya terkait pengendalian zat adiktif ini, mendapat apresiasi dari berbagai pihak.

PP yang baru saja disahkan pada 26 Juli 2024 ini dinilai sebagai langkah maju dalam melindungi hak kesehatan anak dan mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia.

Indonesia, sebagai salah satu pasar rokok terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mengatasi darurat candu rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.

Hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi perokok usia 10-18 tahun mencapai 7,4%, yang meskipun sesuai dengan target RPJMN 2020-2024, masih jauh dari ideal RPJMN 2015-2019 yaitu 5,4%.

Tingginya konsumsi rokok menjadi salah satu hambatan utama upaya pembangunan Kesehatan, seperti meningkatnya penyakit tidak menular, tingginya prevalensi stunting, gangguan gizi, beban pembiayaan BPJS.

Pengesahan PP 28 tahun 2024 menandai rezim baru dalam upaya pengendalian tembakau.

Beberapa pasal mencerminkan penguatan aturan yang diharapkan dapat mengurangi dampak epidemi rokok dan darurat candu tembakau.

Wakil Ketua 4 Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, Dr Emma Rachmawati, Dra., M.Kes., menyatakan apresiasi atas ketegasan Pemerintah dalam upaya pencegahan dampak kesehatan jangka panjang, khususnya pengendalian produk tembakau.

“Muhammadiyah yang telah konsisten mengawal fatwa haram terkait rokok, berharap PP ini akan menjadi pegangan untuk pelaksanaan program-program kesehatan terkait lebih terkoordinasi, bersinergi, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan pemerintah di kementerian dan lembaga baik pusat atau daerah,” ujar Emma.

“Muhammadiyah dan seluruh warganya berharap agar seluruh pihak dapat ikut mengawal/mengawasi penerapannya di lapangan, termasuk jika ada pihak-pihak yang tidak menaati/melanggar aturan/PP tersebut,” tegas Emma.

Ketua LPAI, Seto Mulyadi, menyatakan harapannya agar PP ini dapat secara signifikan melindungi hak kesehatan anak, mengimplementasikan prinsip-prinsip nasional dan internasional, serta menciptakan generasi yang bebas dari masalah dan dampak rokok.

“Kami menekankan pentingnya penerapan aturan secara ketat dan berkelanjutan untuk mencegah dampak buruk konsumsi dan paparan produk tembakau terhadap kesehatan masyarakat,” kata Kak Seto.

Senada dengan Kak Seto, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak kesehatan publik dari paparan zat adiktif berupa produk tembakau.

Ia menekankan pentingnya pelaksanaan aturan pengendalian tembakau dalam PP No. 28/2024 secara ketat dan terus menerus untuk mencegah kesakitan dan kematian akibat konsumsi dan paparan produk tembakau.

“Negara dapat dituduh gagal untuk melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill) dan menghormati (to respect) HAM warga negaranya jika tidak melakukan upaya-upaya serius mencegah bahkan melarang produksi, konsumsi dan distribusi produk tembakau termasuk iklan, promosi dan sponsor rokok,” ujar Ifdal.

Sementara itu Senior Adviser Center of Human Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Dr. Mukhaer Pakkana, menyoroti peran Krusial Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 untuk mengatasi masalah predator anak.

“PP 28/2024 merupakan ikhtiar untuk mengatasi masalah predator anak, dengan fokus khusus pada bahaya zat adiktif seperti rokok yang secara keseluruhan, memberikan dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan sangat signifikan,” ungkapnya.

Mukhaer mengungkapkan, harga rokok di Indonesia termasuk paling murah di dunia dan penjualan secara eceran memantik harga menjadi makin terjangkau untuk anak/remaja.

dr. Lili Sulistyowati dari Adinkes menambahkan bahwa PP Nomor 28 tahun 2024 merupakan kebijakan progresif untuk mendorong implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia secara maksimal.

Ia menekankan pentingnya semangat dalam mengimplementasikan KTR untuk memastikan semua orang menghirup udara bersih, mengatur kawasan tidak boleh merokok, mengedukasi masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, mencegah penyakit dan kematian, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian bahaya merokok, mengurangi jumlah perokok aktif dan pasif, serta mencegah inisiasi merokok pada anak.

“Untuk kelancaran implementasi KTR, Kementerian Dalam Negeri telah memasukkan nomenklatur KTR pada SKPD Dinkes. Anggaran dapat digunakan oleh Dinkes untuk edukasi bahaya rokok, biaya layanan UBM, rapat-rapat KTR, pelatihan UBM/KTR, dan lain-lain. Selain itu, terdapat nomenklatur anggaran untuk Satpol PP dalam Penegakan Perda KTR,” ujar Lili.

Selanjutnya Lili mengingatkan, pemerintah masih mempunyai PR besar untuk mengaksesi FCTC.

“Jaringan pengendalian tembakau mendorong agar Indonesia segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari dampak konsumsi produk rokok dan tembakau,” tegasnya.

Penolakan World Tobacco Asia, masih dalam semangat yang sama, jaringan masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau juga menentang tegas kegiatan-kegiatan dinilai dapat mereduksi upaya perlindungan hak kesehatan masyarakat, khususnya anak dan remaja.

Kak Seto menyatakan dengan tegas menolak kegiatan-kegiatan seperti World Tobacco Asia dan World Vape Show di Surabaya pada 9-10 Oktober 2024.

“Kedua acara tersebut dinilai dapat mereduksi upaya perlindungan hak kesehatan anak, sejalan dengan upaya Surabaya untuk menjadi Kota Layak Anak paripurna tahun 2024, yang saat ini telah meraih gelar Kota Layak Anak sebanyak enam kali,” tegasnya

Hal senada juga diungkapkan Dr. Emma, bahwa Muhammadiyah dan seluruh warganya berharap agar seluruh pihak dapat ikut mengawal/mengawasi penerapannya di lapangan, termasuk jika ada pihak2 yang tidak menaati/melanggar aturan/PP tersebut (seperti penyelenggaraan WTA di Surabaya mendatang (9-10 Oktober).

“Kami mendukung perlindungan anak-anak dan remaja agar tidak terpengaruh oleh eksposure lingkungan yang negatif sejak dini yang berasal dari industri makanan/minuman/rokok yang jelas-jelas memberikan dampak buruk bagi kesehatan,” ungkap Emma.

“Kami juga mendukung perlindungan anak-anak dan remaja agar tidak terpengaruh oleh eksposure lingkungan yang negatif sejak dini yang berasal dari industri makanan/minuman/rokok yang jelas-jelas memberikan dampak buruk bagi kesehatan,” tambah Emma.

Sementara itu, Dr. Mukhaer Pakkana mengingatkan kegiatan promosi terselubung industri candu kontra produktif dengan semangat yang diusung PP 28/2024.

“Pameran seperti WTA dapat mendukung ketergantungan ekonomi pada industri tembakau, yang bisa menjadi masalah ketika negara atau daerah berusaha untuk mengurangi konsumsi tembakau untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,” tukasnya.

(***/Benny)