Giat KPK di Sulut, Michael Barama Paparkan Kerawanan Korupsi di Sektor Pelayanan Publik

Berita Utama690 Dilihat
Dr Michael Barama SH MH (tengah) usai membawakan materi dalam giat KPK RI di Sulut. (Foto ist)

Manado, EkuatorNews.com – Dr Michael Barama SH MH, telah memberikan materi dalam kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Sulawesi Utara, di Hotel Aryaduta, Kamis (22/09/2022).

Sebagai ahli pidana dan dosen senior di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Michael membawakan materi tentang ‘Kerawanan Korupsi di Sektor Pelayanan Publik”.

“Bahwa korupsi ada hubungan dengan kekuasaan,” kata Michael Barama juga sebagai Ketua Jejaring Panca Mandala Mapalus (JPM2) Provinsi Sulawesi Utara, merupakan perpanjangan tangan Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) RI.

Dipaparkannya, Lord Acton (John Emerich Edward Dalberg Acton) telah menghubungkan antara korupsi dengan kekuasaan.

Ia pun mengutip, “Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely” atau kekuasaan itu cenderung korupsi dan kekuasaan absolut cenderung korupsi absolut.

“Bahwa manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakannya, akan tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang absolut sudah pasti akan menyalahgunakan,” kata Barama.

Dijelaskan Barama, pintu masuk terjadinya korupsi pelayanan publik adalah melalui maladministrasi.

“Jadi maladministrasi menunjukan administrasi yang lemas atau tidak jujur sehingga tidak cukup dipercaya,” ungkapnya.

Korupsi dipelayanan publik menurutnya, terjadi akibat  moral penyelenggara negara yang bobrok.

“Pencegahan korupsi pelayanan publik dalam optik kebijakan kriminal, metode kajian menggunakan penelitian hukum normatif, melalui pendekatan undang-undang 
dan konseptual,” terangnya.

Lanjut Barama, ada beberapa kebijakan yang mesti ditempuh oleh pemerintah guna 
mencegah korupsi pelayanan publik.

Yakni, mengadopsi teori pencegahan kejahatan, seperti situasional crime prevention, memperkuat etika dan tata kelola birokrasi melalui good corporate governance, pemberian sanksi yang tegas bagi birokrat yang menerima gratifikasi dalam melaksanakan tugasnya.

Selain itu, hal penting harus dilakukan antara lain memberikan penghargaan kepada birokrat yang jujur, mensosialisasikan dampak korupsi SDA secara masive dan sistematis kepada masyarakat.

Juga membentuk sistem perizinan yang terpadu berbasis online, menata budaya pelayanan birokrasi, dan perbaikan batas waktu proses perizinan.

“Contoh kasus yang patut menjadi telaah bersama adalah mengenai mafia tanah yang sudah selayaknya dimasukan sebagai delik atau tindak pidana korupsi,” tuturnya.

Hal ini, ujarnya, menjadi persoalan hukum yang tidak pernah tuntas di Indonesia

“Dengan tindakan para mafia tanah yang melibatkan para cukong pemilik modal yang memainkan peran kejahatan sistematis dan terstruktur melibatkan birokrat ataupun pihak di BPN/AT,” tandasnya.

(Moldy Sege)